A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang
universal dan berlangsung secara terus menerus tidak terputus dari generasi ke
generasi. Pendidikan disebut universal karena manusia di manapun berada di
dunia ini membutuhkan atau memerlukan pendidikan. Pendidikan merupakan hak
dasar manusia di manapun berada. Namun demikian pendidikan sebagai usaha
memanusiakan manusia dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari pandangan hidup
suatu bangsa di mana pendidikan dilaksanakan. Oleh karena itu, pendidikan yang
dilaksanakan di Indonesia akan berakar kepada pandangan hidup bangsa Indonesia
yaitu Pancasila. Pancasila merupakan landasan hidup bangsa Indonesia dalam
menata pendidikan. Secara yudiris Pancasila merupakan dasar pendidikan Nasional
seperti tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 2 yang berbunyi “Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasil
B.
Pembahasan
Satu-satunya pegangan yang dapat
dikategorikan sebagai dasar filosofis pendidikan di Indonesia adalah Pancasila.
Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang merupakan fungsi utamanya dan dari
segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa. Pancasila
diakui sebagai filsafat bangsa Indonesia yang berkembang dari zaman purba
sampai sekarang dan diharapkan sampai masa-masa selanjutnya.[2]
Oleh karena itu, pendidikan yang terdapat di Indonesia selalu bedasarkan dari
Pancasila dan UUD 1945. Yang mana agar nilai-nilai Pancasila benar-benar
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dibawah ini adalah filsafat pendidikan
Pancasila yang ditinjau dari Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi.
1.
Ontologi
Ontologi adalah bagian dari filsafat
yang menyelidiki tentang hakekat yang ada. Menurut Muhammad Noor Syam, ontologi
kadang-kadang disamakan dengan metafisika, sebelum manusia menyelidiki yang
lain, manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu. Demikian pula halnya dengan
Pancasila sebagai filsafat, ia mempunyai isi yang abstrak umum dan universal.
Yang dimaksud isi yang abstrak di sini bukannya Pancasila sebagai filsafat yang
secara operasional telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan
sebagai pengertian pokok yang dipergunakan untuk merumuskan masing-masing sila.
Pancasila terdiri dari sila-sila yang mempunyai awalan juga
akhiran, yang dalam tata bahasa membuat abstrak, dari kata dasarnya yang artinya
meliputi hal yang jumlahnya tidak terbatas dan berubah , terlepas dari keadaan,
tempat dan waktu. Dengan kata lain, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia yang menjiwai sistem pendidikan nasional tidak bisa dipisahkan dengan
kenyataan yang ada, karena pendidikan nasional itu dasarnya adalah Pancasila
dan UUD 1945. Jadi, ini merupakan satu kesatuan yang utuh. Dalam kenyataannya,
Pancasila dapat dilihat dari penghayatan dan pengalaman kehidupan sehari-hari.
Dan bila dijabarkan menurut sila-sila dari Pancasila itu adalah sebagai
berikut:
a.
Sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sistem
Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berakar dapa kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, dengan sila pertama ini, kita diharapkan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang juga merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Ini sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk menjadikan manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT. Karena itu, di lingkungan keluarga, sekolah dan
di masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.[3]
b.
Sila
kedua, kemanusiaan yang adil dan Beradab
Manusia yang ada di muka bumi ini mempunyai harkat dan martabat
yang sama, yang diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan fitrahnya
sebagai hamba Allah.[4]
Pendidikan
tidak membeda-bedakan usia, agama dan tingkat sosial budaya dalam menuntut
ilmu. Setiap manusia mempunyai kebebasab dalam hal menuntut ilmu, mendapatkan
perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketakwaan seseorang. Dan oleh karena yang
dibangun adalah masyarakat pancasila, maka pendidikan harus dijiwai pancasila
sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila, bertanggung jawab, adil dan
makmur, baik spiritual maupun materiil dan berjiwa Pancasila. Dengan demikian,
sekolah harus mencerminkan sila-sila dari Pancasila.
c.
Sila
Ketiga, Persatuan Indonesia
Persatuan merupakan kunci kemenangan. Dengan persatuan yang kita
dapat menikmati alam kemerdekaan. Pancasila dan UUD 1945 serta kecintaan
terhadap tanah air menghapus perasaan kesukaan yang sempit dan memotivasi untuk
penyebaran dan pemerataan pembangunan yang kesemuanya akan menghalangi
pikiran-pikiran yang berbau separatisme atau resialisme.
Sila ketiga ini tidak membatasi golongan dalam belajar. Ini
berarti, bahwa semua golongan dapat menerima pendidikan, baik dari golongan
rendah maupun golongan yang tinggi, tergantung kepada kemampuannya untuk
berpikir, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 1.
d.
Sila
Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dan Permusyawaratan
/Perwakilan
Sila keempat ini sering dikaitkan dengan kehidupan berdemokrasi.
Dalam hal ini, demokrasi sering juga diartikan sebagai kekuasaan ada di tangan
rakyat. Bila dilihat dari dunia pendidikan, maka hal ini sangat relevan, karena
menghargai pendapat orang lain demi kemajuan. Di samping itu, juga sesuai
dengan UUD 1945 pasal 28 yang menyatakan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat,
baik secara lisan maupun tulisan. Jadi, dalam menyusun tujuan pendidikan,
diperlukan ide-ide dari orang lain demi kemajuan pendidikan.
e.
Sila
Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Setiap bangsa di dunia bertujuan untun mencapai masyarakat yang
adil dan makmur. Keadilan ini meliputi kebutuhan di bidang materiil dan di
bidang spiritual yang didasarkan pada asas kekeluargaan.
Dalam
sistem pendidikan nasional, maksud adil dalam arti yang luas mencangkup seluruh
aspek pendidikan yang ada. Adil di sini adalah adil dalam melaksanakan
pendidikan, antara ilmu umum dan keagamaan itu seimbang di samping mengejar
iptek, kita juga mengejar imtaq yang merupakan tujuan dari ibadah.
2.
Epistemologi
Epistemologi adalah studi tentang
pengetahuan (adanya) benda-benda. Epistimologi dapat juga berarti bidang
filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan,
batas validitas dan hakikat ilmu pengetahuan.
a.
Sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia
diperoleh melalui akal atau panca indra dan dari ide atau Tuhan. Berbeda dengan
Pancasila, ia lahir tidak secara mendadak, tetapi melalui proses panjang yang
dimatangkan dengan perjuangan. Pancasila dagali dari bumi Indonesia yang
merupakan dasar negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan atau
arah untuk mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat Indonesia.[5]
Dengan demikian, maka cita-cita telah merupakan ideologi.
Dengan
demikian, pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya melalui
perjuangan rakyat. Bila kita hubungkan dengan Pancasila, maka dapat kita
ketahui bahwa apakah ilmu itu didapat melalui rasio atau datang dari Tuhan.
b.
Sila
kedua, kemanusiaan yang adil dan Beradab
Kepribadian manusia adalah subjek secara potensial dan aktif
berkesadaran tahu atas eksistenti diri, dunia, bahkan juga sadar dan tahu bila
di suatu ruang dan waktu “tidak ada” apa-apa (kecuali ruang itu sendiri).
Manusia itu mempunyai potensi atau basis yang dapat dikembangkan. Pancasila
adalah ilmu yang diperoleh dari perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan
mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak lagi kekerasan dan kesewenang-wenangan
manusia terhadap yang lainnya.
Tingkat kedalaman pengetahuan merupakan perwujudan dari potensi
rasio dan inteligensi yang tinggi. Proses pembentukan pengetahuan melalui
lembaga pendidikan secara teknis edukatif lebih sederhana. Komunikasi antara
guru dan siswa berfungsi memperjelas bahan-bahan informasi untuk menyamakan persepsi
yang ditangkap dari berbagai sumber. Jadi seorang guru tidak boleh memonopoli
kebenaran. Nilai pengetahuan dalam pribadi telah menjadi kualitas dan martabat
kepribadian subjek pribadi yang bersangkutan, baik secara intrinsik,
lebih-lebih secara praktis
c.
Sila
Ketiga, Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja
sama atau produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar faktor kondisi
lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan. Dalam hal ini, contohnya
adalah ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan manusia yang satu dengan yang
lainnya. Bila ini dihubungkan dengan Pancasila maka sangat sesuai, karena dalam
hubungan antarmanusia itu diperlukan suatu landasan yaitu Pancasila. Dengan
demikian, kita terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri suatu masyarakat dan
bagaimana terbentuknya suatu masyarakat.
d.
Sila
Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dan Permusyawaratan
/Perwakilan
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai pemimpin di muka bumi ini
untuk memakmurkan umat manuisia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk
memimpin dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan memang
mempunyai peranan yang besar, tetapi itu tidak menuntut kemungkinan peran
keluarga dan masyarakat dalam membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Jadi,
dalam hal ini diperlukan suatu ilmu keguruan untuk mencapai guru yang ideal,
guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan pendapat dengan melalui
lembaga pendidikan. Setiap ada permasalahn diselesaikan dengan jalan
musyawarah, agar mendapat kata mufakat.
e.
Sila
Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta
sebagai karya budaya umat manusia merupakan martabat kepribadian manusia. Dalam
arti luas, adil di atas dimaksudkan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama.
Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu informal, formal, dan non
formal. Dalam sistem pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan yang
mengejar iptek dan imtaq. Dibidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang
mengkoordinir dalam hal mengentaskan kemiskinan, dimana hal ini sesuai dengan
butir-butir Pancasila. Kita harus menghormati dan menghargai hasil karya orang
lain, hemat yang berarti pengeluaran dengan kebutuhan.
3.
Aksiologi
Aksiologi adalah bidang filsafat
yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
etika dan estetika. Etika yang berarti adat kebiasaan, sedangkan estetika dapat
dinyatakan sebagai hakika keindahan.
Dari segi etika, pancasila merupakan
seperangkat nilai, sebagai hasil pemikiran putra-putri bangsa, sebagai landasan
untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara sesuai kepribadian bangsa Indonesia.
Dari sudut moral, Pancasila merupakan seperangkat nilai yang dijadikan sebagai
pedoman dalam berperilaku bagi bangsa Indonesia, merupakan norma-norma
kehidupan yang harus dilaksanakan.[6]
Dengan Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna bahwa nilai-nilai
ketuhanan diberi tempat yang agung dalam bernegara, bermasyarakat, dan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sila ini mendidik bangsa Indonesia agar mereka taat
dan tunduk kepada Tuhan sesuai dengan agama yang dianutnya masing-masing.
Ketaatan tersebut diharapkan tampak dalam kehidupan pribadinya, kehidupan
bermasyarakat dan kehidupan bernegara.
Dalam kehidupan umat Islam, setiap muslim yang datang ke masjid
untuk shalat berjamaah berhak berdiri di depan dengan tidak membedakan
keturunan, ras dan kedudukan. Dimata Allah sama, kecuali ketakwaan seseorang.
Inilah sebagian kecil contoh dari nilai-nilai Pancasila yang ada dalam
kehidupan umat Islam.
Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka suku bangsa, bahasa, dan
adat istiadatnya namun mereka tetap merupakan bangsa yang satu. Bangsa
Indonesia merupakan suatu persatuan dan kesatuan. Persatuan karena terdiri atas
dari berbagai unsur da kesatuan karena bangsa Indonesia tidak dapat
dipecah-pecah.
Persatuan dan kesatuan yang diharapkan bangsa Indonesia merupakan
suatu kemauan moral seluruh rakyat Indonesia, sehingga dengan moral persatuan
dan kesatuan tersebut dapat mengusir penjajah Belanda dari bumi Indonesia,
sehingga tercapailah cita-cita bangsa Indonesia yang luhur dan mulia yaitu
kemerdekaan.
Kemauan
bangsa Indonesia untuk bersatu yang mengakibatkan tercapainya kemerdekaan
bangsa, merupakan suatu kemauan yang selaras dengan ajaran moral.[7]
Jauh sebelum Islam datang, di Indonesia sudah ada sikap gotong
royong di musyawarah. Dengan datangnya Islam sikap ini lebih diperkuat lagi dengan
keterangan Al-Qur’an. Di dalamnya juga diterangkan bahwa dalam hasil musyawarah
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Allah SWT.
Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi
pendidikan, adil itu seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama dimana ilmu agama
adalah subsistem dari sistem pendidikan nasional.
Mengembangkan
perbuatan yang luhur, menghormati hak orang lain, suka memberi pertolongan, dan
bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Pancasila
disusun dan dirumuskan bersumber kepada kepribadian bangsa Indonesia yang
berakar pada nilai-nilai moral yang luhur dan leluhur bangsa Indonesia yang
terdahulu. Oleh karena itu nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila
pada hakikatnya merupakan implementasi dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.[8]
C.
Kesimpulan
Filsafat Pendidikan Pancasila Dalam Tinjauan Ontologi,
Epistimologi, Dan Aksiologi
1.
Ontologi
a.
Sila
Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila
pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Dengan sila pertama ini, kita
diharapkan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang juga merupakan bagian dari
sistem pendidikan nasional. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional,
yaitu untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Karena
itu, di lingkungan keluarga, sekolah, dan di masyarakat ditanamkan nilai-nilai
keagamaan dan Pancasila.
b.
Sila
Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dan Permusyawaratan
/Perwakilan
Pendidikan
tidak membedakan usia, agama, dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu.
Setiap manusia mempunyai kebebasan dalam hal menuntut ilmu, mendapat perlakuan
yang sama.
c.
Ketiga,
Persatuan Indonesia
Sila
ketiga ini tidak membatasi golongan dalam belajar. Ini berarti, bahwa semua
golongan dapat menerima pendidikan, baik dari golongan rendah maupun golongan
yang tinggi, tergantung kepada kemampuannya untuk berpikir, sesuai dengan UUD
1945 pasal 31 ayat 1.
d.
Sila
kedua, Kemanusiaan yang adil dan Beradab
Sila
keempat ini sering dikaitkan dengan kehidupan berdemokrasi. Dalam hal ini,
demokrasi sering juga diartikan sebagai kekuasaan ada di tangan rakyat. Bila
dilihat dari dunia pendidikan, maka hal ini sangat relevan karena menghargai
pendapat orang lain demi kemajuan. Jadi, dalam menyusun tujuan pendidikan,
diperlukan ide-ide dari orang lain demi kemajuan pendidikan.
e.
Sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam
sisdiknas, maksud adil dalam arti luas mencakup seluruh aspek pendidikan yang
ada. Adil disini adalah adil dalam melaksanakan pendidikan. Adil juga dalam
arti sempit di kelas, pendidik tidak boleh membeda-bedakan siswa.
2.
Epistimologi
a.
Sila
Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila
bersumber dari bangsa Indonesianyang prosesnya melalui perjuangan rakyat. Bila
kita hubungkan dengan pancasila, maka dapat kita ketahui bahwa apakah ilmu itu
didapat melalui rasio atau datang dari Tuhan.
b.
Sila
Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dan Permusyawaratan
/Perwakilan
Seorang
guru tidak boleh memonopoli kebenaran. Nilai pengetahuan dalam pribadi telah
menjadi kualitas dan martabat kepribadian subjek pribadi yang bersangkutan,
baik secara intrinsik, terlebih lagi secara praktis.
c.
Ketiga,
Persatuan Indonesia
Proses
terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau produk
hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar dengan faktor kondisi lingkungan
yang memadai akan membentuk pengetahuan. Bila ini dihubungkan dengan Pancasila,
akan sangat sesuai karena dalam hubungan antar manusia itu diperlukan suatu
landasan, yaitu Pancasila.
d.
Sila
kedua, Kemanusiaan yang adil dan Beradab
Dalam
sisdiknas, pendidikan memang mempunyai peranan yang besar, tapi itu tidak
menutup kemungkinan peran keluarga dan masyarakat dalam membentuk manusia
Indonesia seutuhnya. Jadi, dalam hal ini, diperlukan suatu ilmu keguruan untuk
mencapai guru yang ideal, guru yang kompeten.
e.
Sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan
prestasi individu serta sebagai karya budaya umat manusia merupakan martabat
kepribadian manusia. Dalam arti luas, adil dimaksudkan seimbang antara ilmu
umum dan ilmu agama. Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu formal,
informal, maupun nonformal.
3.
Aksiologi
a.
Sila
Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dilihat
dari segi pendidikan, sejak dari tingkat kanak-kanak sampai perguruan tinggi,
diberikan pelajaran agama dan hal ini merupakan subsistem dari sistem
pendidikan nasional.
b.
Sila
Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dan Permusyawaratan
/Perwakilan
Dalam
kehidupan umat Islam, setiap muslim yang datang ke masjid untuk shalat
berjamaah berhak berdiri di depan dengan tidak membedakan keturunan, ras, dan
kedudukan. Inilah sebagian kecil contoh dari nilai-nilai Pancasila yang ada
dalam kehidupan umat Islam.
c.
Ketiga,
Persatuan Indonesia
Jika
kita ingin berhasil, kita harus berkorban demi tercapainya tujuan yang
didambakan. Sebagai warga negara, kita mempunyai tanggung jawab untuk
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini. Kita harus senantiasa bersatu untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan.
d.
Sila
kedua, Kemanusiaan yang adil dan Beradab
Sebelum
adanya agama, di Indonesia sudah ada sikap gotong royong dan musyawarah. Dengan
datangnya agama, sikap ini lebih diperkuat lagi. Selain sikap tersebut, bangsa
Indonesia sudah melaksanakan hasil musyawarah dengan penuh tanggung jawab dan
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan.
e.
Sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Adil berarti
seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi pendidikan, adil itu seimbang
antara ilmu umum dan ilmu agama, di mana ilmu agama adalah subsistem dari
sistem pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo, D. 1988. Santiaji
Pancasila Surabaya: Usaha Nasional
Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2011. Filsafat Pendidikan: Manusia,
Filsafat, dan Pendidikan. Depok: PT. Raja Grafindo Persada
Sadullah, Uyoh. 2014. Pengantar
Filsafat Pendidikan, Bandung: Alvabeta
Soegiono dan Tamsil Muis. 2012. Filsafat
Pendidikan: Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Widjaya, A. W. 1985. Perkuliahan
Pancasila pada Perguruan Tinggi. Jakarta
[2] Soegiono dan
Tamsil Muis, Filsafat Pendidikan: Teori dan Praktik. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya 2012) 123
[3] Jalaluddin dan
Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan:
Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. (Depok: PT. Raja Grafindo Persada 2011)
173-175
[4] D.
Darmodiharjo, Santiaji Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional 1988) 40
[5] A. W. Widjaya, Perkuliahan
Pancasila pada Perguruan Tinggi. (Jakarta 1985) 176-177
[6] Uyoh Sadullah, Pengantar
Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alvabeta 2014) 189
[7] Uyoh Sadullah,
Pengantar Filsafat Pendidikan 190-191
[8] Uyoh Sadullah,
Pengantar Filsafat Pendidikan 196
0 komentar:
Posting Komentar